Mengenal Budaya Pendalungan
Berdasarkan karakter sosio-kultural masyarakatnya, wilayah kebudayaan Pendalungan saat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga: (1) Pendalungan Barat (Pasuruan dan Probolinggo), (2) Pendalungan Timur (Situbondo dan Bondowoso), (3) Pendalungan Selatan (Lumajang, Jember, dan Banyuwangi). Masyarakat Pendalungan Barat lebih banyak terpengaruh kebudayaan Arek. Masyarakat Pendalungan Timur mendapat banyak pengaruh kebudayaan Madura. Masyarakat Pendalungan Selatan lebih banyak terpengaruh kebudayaan Mataraman dan Using.
Hal demikian disampaikan oleh Narasumber Dr. Mochamad Ilham Zoebazary, M.Si. dosen Universitas Negeri Jember saat menyampaikan paparan Mengenal Lebih Dekat Budaya Pendalungan di Jawa Timur dalam kegiatan Telaah Pustaka Budaya Jawa Center of Excellence, Rabu (23/10) di Ruang Seminar Lantai 3 Grhatama Pustaka.
Ilham Zoebazary menjelaskan, asal-usul istilah pendalungan berasal dari kata dalung atau dhalung yang berarti “periuk besar dari logam”. Ini adalah metafora untuk menggambarkan keberadaan suatu wilayah yang menampung beragam kelompok etnik dengan latar belakang budaya berbeda, yang kemudian melahirkan proses percampuran budaya.
Narasumber kedua Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. menyampaikan mengenai kearifan lokal bahasa nonverbal yang menegaskan bahwa setiap etnis dimana pun memiliki kearifan lokal sendiri-sendiri. Termasuk etnis Jawa dan budaya pendalungan itu sendiri. Salah satu kearifan lokal budaya Jawa adalah penggunaan bahasa nonverbal dalam berkomunikasi yang terbagi dalam dua jenis bahasa nonverbal yaitu bahasa nonverbal dinamis dan bahasa nonverbal statis.
Acara yang dihadiri oleh perwakilan Dinas Perpustakaan Provinsi anggota COE Budaya se Pulau Jawa, Dinas Perpustakaan Kab/Kota se DIY dan seluruh undangan pejabat struktural DPAD DIY serta masyarakat Umum ini dibuka oleh Kepala Balai Layanan Perpustkaan DPAD DIY, Drs. Nur Satwika dan acara dipandu oleh moderator Nasrul Wahid, SIP. Acara berjalan dengan baik dan lancar diakhir acara dilanjutkan dengan sesi foto bersama.